Wednesday, August 27, 2014

sebuah mahakarya yang terbuang

Sebagian masyarakat kita bangga dan suka akan samurai, atau sebagian masyarakat kita gemar mengkoleksi perlengkapan baju zirah eropa, atau bahkan sebagian masyarakat kita bangga mengkoleksi mandau atau pedang khas dari makasar. Ketika orang orang berduyun duyun datang ke sebuah pameran untuk melihat 'zulfikar'. Siapakah Zulfikar itu, tak lain dan tak bukan adalah pedang milik Rasulullah, Muhammad SAW.

Sungkan kah kita mengkoleksi dan mencari samurai yang katanya ada nomor registrasinya, sungkankah kita mengkoleksi dan menempuh ribuan mil tuk ke eropa guna mengkoleksi perlengkapan baju zirah di eropa sana, atau malunya kita memberi nama anak kita sama dengan nama pedang Rasulullah. Jawabannya adalah tidak, kita bangga dengan samurai Jepang yang bisa dibuat ikat pinggang, kita bangga dengan rangkaian baju zirah yang kita pampang di ruang tamu rumah kita atau kita bangga menamakan anak kita seperti pedang Rasulullah.

Mari kita lihat di sekitar kita, banyak sekali senjata tajam yang ada di sekitar kita, bahkan di pulau Jawa ini pun banyak sekali senjata hebat dilahirkan dari banyak sekali empu yang pandai. Bukan hanya pandai dalam menempa sebongkah besi menjadi senjata, akan tetapi lebih daripada itu. Membuat sebuah senjata yang selain bisa digunakan untuk membunuh, pertahanan diri dan bekerja tapi juga bisa digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu dan menunjukkan jati diri pemilik senjata tersebut.

Senjata tersebut adalah keris.....

Keris adalah sebuah mahakarya yang dilahirkan dari banyak empu, tiap masa ada keris yang dilahirkan oleh tangan tangan hebat di beselen (red : tempat membuat keris) pada tiap tiap kerajaan. Pada setiap bilah keris ini juga akan bisa melambangkan bagaimana keris itu 'dilahirkan'. Keris yang dilahirkan pada masa peperangan akan memiliki condong leleh (red : sudut yang dihitung dari tegak lurusnya keris) lebih besar dibandingkan dengan keris yang dilahirkan pada masa masa tanpa pergolakan. Tingkat kekerasan bahan dan pamor (red : lukisan/ornamentasi putih yang ada di atas bilah) juga akan berbeda untuk tiap tiap masa kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang ada. Keris dengan tingkat kekerasan paling tinggi dimiliki oleh keris karya dari Mpu Brojoguno dengan tangguh Mataram, hal ini dikarenakan pada saat kerajaan Mataram musuh yang dihadapi adalah kompeni belanja yang menggunakan senjata api dan bayonet, sehingga lahirlah keris keris dengan tingkat kekerasan tinggi hingga mampu memotong laras dari senjata api dan meluluhlantakkan bayonet milik kompeni.

Kita sering dengan Keris Nogososro Sabuk Inten, kita sering kali mendengar keris Kanjeng Kyai Jaka Piturun milik Keraton Jogjakarta, kita juga gak asing dengan nama Kanjeng Kyai Sengkelat miliki Kanjeng Sunan Kalijaga. Tapi mungkin sebagian orang orang muda di Jogja, Solo, Semarang dan sekitarnya malah tidak tau dan tidak mengenal apa dan siapa apalagi kenapa keris tersebut dinamakan hal itu. Bahkan ada segolongan orang yang mengatakan syirik, kenapa keris dinamai layaknya manusia, dan bagimana dengan Zulfikar. Bukannya dua benda itu adalah sama, sama sama senjata tajam yang dipergunakan saat peperangan dan digunakan untuk membunuh dan bertahan, kenapa Zulfikar bisa diterima dan kenapa Kanjeng Kyai Sengkelat (red : misal) tidak diterima. Apakah karna klenik yang menyertai nama Kanjeng Kyai, ataukah ada wewangian yang menyertai keris serta bunga bunga yang ada disekitar keris itu. Bukannya Rasulullah juga mengajarkan menggunakan wewangian disaat saat tertentu, dan sepengingat saya, Zulfikar juga berbau sangat harum kala di pamerkan di IAIN Jogjakarta kala itu.

Trus pertanyaannya adalah.....

Kenapa keris dianaktirikan diantara keturunan senjata tajam yang kita kenal sekarang, mungkin orang lebih bangga memiliki samurai Jepang ketimbang keris hasil mahakarya Mpu Djeno Harumbrojo, atau mahakarya dari Mpu Supo Sepuh.

Kenapa keris diidentikkan dengan klenik hanya karna wewangian yang ada dan menempel pada bilah keris sementara banyak pedang milik Roma dan Arab yang juga harum bau bilah nya tidak dipermasalahkan ke klenik annya.

Kenapa keris diidentikkan dengan syirik hanya karna nama Kanjeng Kyai yang menempel pada depan namanya sementara banyak pedang milik Archiles yang memiliki nama disanjung dan berkali kali di kunjungi di museum.

Kenapa banyak keris dibuang dilaut oleh sebagian masyarakat kita karna kita takut dibilang syirik sementara banyak museum dari banyak negara mengejar ngejar keris sebagai mahakarya tak ternilai harganya. Sesuatu yang tidak adil sedang berlangsung di negara ini kepada sebuah mahakarya yang tidak ternilai harganya, pada kesempatan kesempatan kedepan insyaAllah kita akan bahas seluk beluk keris menurut beberapa persepsi.

Satu tujuan saya, kita bangga dengan keris kita berarti kita bangga akan jati diri kita, sebuah mahakarya yang dibuang karna sebuah ketidaktahuan mereka.........


Tuesday, August 26, 2014

alergi dengan satu kata.....KEJAWEN

Kadang kita lari terbirit birit begitu mendengar kata kejawen, pasti yang langsung terlintas dalam otak kita adalah klenik, mistis dan tahayul bahkan bisa lebih.....syirik.

Benar kah itu.....

Mungkin orang yang berpendapat seperti tersebut diatas tidak salah seratus persen. Tapi menjatuhkan syirik kepada orang orang yang memahami dan melaksanakan kejawen adalah sebuah tindakan yang salah besar. Kita mulai dengan apa tho itu kejawen, kok kita menjadi sangat alergi dengan kata kata tersebut. 

Kejawen itu bukan sebuah aliran kepercayaan, kejawen juga bukan merupakan sebuah agama, akan tetapi kejawen adalah sebuah metode, cara pandang atau pemahaman terhadap sebuah kondisi dengan sudut pandang adat istiadat jawa, sehingga muncullah istilah KEJAWEN. Sebuah pola pandang, problem solving dan pemahaman terhadap suatu permasalahan sosial yang terjadi dengan menggunakan aspek dan pendekatan adat istiadat jawa. 

Trus kok kita alergi, mari coba kita lihat di belahan dunia lain ketia Rene Descartes memproklamirkan 'saya berpikir maka saya hidup' adalah sebuah pendekatan suatu permasalahan dengan sudut pandang ke AKU annya yang sangat kuat. Ketika titik balik peradaban yang terjadi di belahan dunia barat mendorong setiap insan yang berpikir di dunia barat kembali kepada alam untuk menemukan penyelesaian beberapa permasalahan yang dihadapinya, pemahaman secara holistik, pemahaman gender dan pemahaman naturalistik muncul sebagai salah satu metode pendekatan penyelesaian permasalahan sosial yang terjadi akhir akhir ini.

Di belahan pulau jawa, jauh sebelum pergolakan pola pikir terjadi di belahan barat sana, telah terjadi beberapa kali akulturasi budaya yang menyebabkan lahirnya sebuah metode, pola pandang dan pendekatan yang lebih adaptable (diterima) oleh masyarakat jawa pada kala tersebut. Pemahaman yang lahir pada masa Animisme dan Dinamisme sehingga memunculkan beberapa perlambang, logo, tanda dan filosofi yang mendalam dalam menyampaikan sebuah ajaran makna dan tuntunan. Perlambang, logo dan tanda tersebut adalah sebuah komunikan yang akan disampaikan pada proses komunikasi sebuah ajaran yang diterima di masyarakat kala tersebut, sehingga inilah hasil akulturasi yang muncul.

Kehadiran bunga, kemenyan, keris (baik dapur keris, pamor keris, warangka dan lain sebagainya), perkutut (baik katuranggan maupun jenisnya), dan lain sebagainya adalah sebuah komunikan, bukan hal yang utama, akan tetapi kehadiran komunikan tersebut diharuskan ada sehingga materi komunikasi yang akan disampaikan bisa berlangsung dan sampai ke tujuan. 

Seperti contoh, kembang liman, kenapa liman bukan enam atau empat, karna para wali saat itu hanya akan menyampaikan Rukun Islam, akan tetapi pada saat itu, bahasa arab adalah sesuatu yang masih dianggap sebagai bahasa antar planet alias asing. Maka untuk mempermudah penyampaiannya maka para wali dan pendakwah kala itu menyampaikan dengan perlambang kembang liman (kembang yang terdiri dari lima jenis tanaman) yaitu mawar, melati, kenanga, kantil kuning dan kantil putih.

Kenanga, dengan dasar dikenang, diingat maka pada saat itu kenanga atau kenongo adalah perlambang dua kalimat, layaknya sebuah janji yang harus dikenang diingat dan diikuti dan akan mengharumkan segala tindakan dan mewarnai setiap ibadah yang akan dilakukan. Maka bunga kenanga atau kenongo ini muncul sebagai perlambang dua kalimat syahadat.

Mawar, warna merahnya dan berulang dalam susuanannya melambangkan sholat lima waktu yang harus mendarah daging dan diulang ulang terus setiap harinya sehingga rakaat sholat haruslah tak terhitung (bila digabungkan sholat lima waktu dan sholat sunat) layaknya lembaran bunga dalam mawar yang ada.

Melati putih yang melambang kan kesucian dan kebersihan hati, dimana melambangkan puasa yang harus dijalani setiap insan beriman untuk medekatkan diri kepada sang khalik. Layaknya orang meninggal akan diiringi dengan roncean bunga melati karena melambangkan kesucian pada saat menghadap sang khalik. Itulah perlambang yang dimunculkan.

Sementara itu, kantil kuning dan kantil putih memiliki filosofi segala benda yang mengikuti, kantil atau mengikuti atau terikat, kantil kuning segala yang mengikuti dengan emas (kuning sebagai manifestasi emas) dan kantil putih (putih manifestasi baju ihrom) sehingga keduanya melambangkan zakat dan haji bilamana orang tersebut mampu. Bilamana dia memiliki harta yang melimpah maka zakat dan haji menjadi wajib bagi orang tersebut.

Itulah sekelumit contoh bagaimana sebuah ajaran kejawen dalam mengkomunikasikan sebuah ajaran yang ada saat itu, gak mungkin saat itu kita memberikan pelajaran dengan gadget atau android karna memang sebagaian besar orang pada saat itu tidak memahami ilmu berbasis binner tersebut, sehingga akulturasi yang dipakai pada saat itu merujuk pada budaya yang sudah terpatri dalam masyarakat kala itu. 

Sebuah ironi ketika kita mengapresiasi Rene Descartes sebagai bapak pembaharuan pola pikir dan mengesampingkan Sunan Kalijaga sebagai arsitek akulturasi budaya-agama kala itu, sungguh ironi anak bangsa ini.


who am i

mahesa lajer
Awal menulis dalam blog ini saya gak mau berat berat, sebetulnya apa tho guna blog ini. Banyak yg ingin diucapkan bibir tp terhalang tangan, banyak yg ingin diutarakan hati tp terhalang dinding, untuk itulah blog ini hadir.
Dalam nuansa kejawen dan kemasyarakatan semua wacana saya coba munculkan disini, semua yg berkaitan dengan apa yg ada dalam diri ini, akhirnya semoga blog ini memberi warna pada pola pikir saya serang, esok, la dan selamanya.